Wawasan Nusantara, Teori Kekuasaan Dan Teori Geopolitik
Secara
etimologis, Wawasan Nusantara berasal dari kata Wawasan dan Nusantara.
Wawasan berasal dari kata Wawas (bahasa jawa) yang berarti pandangan,
tinjauan dan penglihatan indrawi. Jadi wawasan adalah pandangan, tinjauan,
penglihatan, tanggap indrawi. Wawasan berarti pula cara pandang dan cara
melihat.
Nusantara
berasal dari kata nusa dan antara. Nusa artinya pulau atau
kesatuan kepulauan. Antara artinya menunjukkan letak antara dua
unsur. Jadi Nusantara adalah kesatuan kepulauan yang terletak antara dua benua,
ian yaitu benua Asia dan Australia, dan dua samudra, yaitu samudra Hindia dan
Pasifik. Berdasarkan pengertian modern, kata “nusantara” digunakan sebagai
pengganti nama Indonesia.
A.
Menurut GBHN
1998, Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai
diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesatuan wilayah dalam meyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
B.
Menurut
kelompok kerja Wawasan Nusantara untuk diusulkan menjadi TAP MPR, yang dibuat
Lemhannas tahun 1999, yaitu “cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai
diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam
penyelenggaraan kehipan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai
tujuan nasional.”
A. TEORI KEKUASAAN
Perumusan
wawasan nasional lahir berdasarkan pertimbangan dan pemikiran mengenai sejauh
mana konsep operasionalnya dapat diwujudkan dan dipertanggungjawabkan. Karena
itu, dibutuhkan landasan teori yang dapat mendukung rumusan Wawasan Nasional.
Teori – teori yang
dapat mendukung rumusan tersebut antara lain:
·
Paham
Machiavelli (Abad XVII)
Gerakan
pembaharuan (renaissance) yang dipicu oleh masuknya ajaran Islam di Eropa
Barat sekitar abad VII telah membuka dan mengembangkan cara pandang bangsa -
bangsa Eropa Barat sehingga menghasilkan peradaban barat modern seperti
sekarang. Menurut Machiavelli, sebuah negara akan bertahan apabila menerapkan
dalil - dalil berikut: pertama, segala cara dihalalkan dalam merebut dan
mempertahankan kekuasaan; kedua, untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu
domba (devide et impera) adalah sah; dan ketiga, dalam dunia politik (yang
disamakan dengan kehidupan binatang buas) yang kuat pasti dapat bertahan dan
menang.
·
Paham
Kaisar Napoleon Bonaparte (Abad XVIII)
Kaisar
Napoleon merupakan tokoh revolusioner di bidang cara pandang, selain penganut
yang baik dari Machiavelli. Napoleon berpendapat bahwa perang di masa
depan akan merupakan perang total yang mengerahkan segala daya upaya dan
kekuatan nasional. Dia berpendapat bahwa kekuatan politik harus
didampingi oleh kekuatan logistik dan kekuatan nasional. Kekuatan ini
juga perlu didukung oleh kondisi sosial budaya berupa ilmu pengetahuan dan
teknologi demi terbentuknya kekeuatan hankam.
·
Paham
Jendral Clausewitz (Abad XVIII)
Pada
era Napoleon, Jenderal Clausewitz sempat terusir oleh tentara Napoleon dari
negaranya sampai ke Rusia. Calusewitz akhirnya bergabung dan menjadi
penasihat militer Staf Umum Tentara Kekuasan Rusia. Menurut Clausewitz,
perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Baginya, peperangan
adalah sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
·
Paham
Feuerbach dan Hegel
Paham
materialisme Feuerbach dan teori sintesis Hegel menimbulkan dua aliran besar
Barat yang berkembang didunia, yaitu kapitalisme disatu pihak dan komunisme
dipihak lain. Pada abad XVII paham perdagangan bebas (yang merupakan
nenek moyang liberalisme) sedang marak. Paham ini memicu nafsu
kolonialisme negara Eropa Barat dalam mencari surplus ekonomi ke tempat lain.
·
Paham
Lenin (Abad XIX)
Lenin
telah memodifikasi paham Clausewitz. Menurutnya, perang adalah kelanjutan
politik dengan cara kekerasan. Bagi Leninisme/Komunisme, perang atau
pertumpahan darah atau revolusi di seluruh dunia adalah sah dalam kerangka
mengkomunikasikan seluruh bangsa didunia.
·
Paham
Lucian W. Pye dan Sidney
Para
ahli tersebut menjelaskan adanya unsur-unsur subyektivitas dan psikologis dalam
tatanan dinamika kehidupan politik suatu bangsa, kemantapan suatu sistem
politik dapat dicapai apabila sistem tersebut berakar pada kebudayaan politik
bangsa yang bersangkutan. Dengan demikian proyeksi eksistensi kebudayaan
politik tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi-kondisi obyektif tetapi juga
subyektif dan psikologis.
B. TEORI GEOPOLITIK
Geopolitik berasal dari kata “geo”
atau bumi dan politik yang berarti kekuatan yang didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan
nasional untuk mewujudkan tujuan nasional.
1)
Perkembangan
Teori Geopolitik
Istilah
geopolitik semula awalnya sebagai ilmu politik yang kemudian berkembang menjadi
pengetahuan tentang sesuatu yang berhubungan dengan konstelasi ciri khas negara
yang berupa bentuk, luas, letak, iklim, dan sumber daya alam suatu negara untuk
membangun dan membina negara. Para penyelenggara pemerintah nasional menyusun
pembinaan politik nasional berdasarkan kondisi dan situasi geomorfologi secara
ilmiah berdasarkan cita-cita bangsa. Kemudian teori Geopolitik berkembang
menjadi konsepsi wawasan nasional bangsa. Oleh karena itu, wawasan nasional
bangsa selalu mengacu pada geopolitik. Denganw awasan nasional suatu negara,
dapat dipelajari kemana arah perkembangan suatu negara.
2)
Beberapa
Pandangan para pemikir Geopolitik
Pendapat
para ahli mengenai teori geopolitik kontinental yaitu pertama dikemukakan oleh
Friedrich Ratzel (1844-1904) bahwa teori ruang yang dalam konsepsinya
dipengaruhi oleh ahli biologi Charles Darwin. Dalam teorinya, bangsa yang
berbudaya tinggi akan membutuhkan sumber daya yang tinggi dan akhirnya mendesak
wilayah bangsa yang “primitif”.
Pendapat
tersebut kemudian dipertegas oleh Rudolf Kjellen (1864-1922) dengan teori
kekuatannya yang menyatakan bahwa negara adalah satuan politik yang menyeluruh
serta sebagai satuan biologis yang memiliki intelektual yang mampu
mengeksploitasi negara “primitif” agar negaranya mendapat swasembada.
Kemudian
Karl Haushofer (1869-1946) yang pernah menjadi atase militer di Jepang
meramalkan bahwa Jepang akan menjadi negara yang jaya didunia dimana untuk
menjadi jaya suatu bangsa harus mampu menguasai benua-benua di dunia. Ia
berpendapat bahwa pada hakikatnya dunia terbagi atas empat kawasan benua dan
dipimpin oleh negara yang unggul. Teori ruang dan teori kekuatan merupakan
hasil penelitiannya yang dikenal dengan teori Pan Regional yaitu ruang hidup
yang “cukup”, swasembada, dan dunia dibagi menjadi empat Pan Region dimana tipa
region dipimpin oleh satu bangsa (nation) yang unggul.
C. PAHAM
KEKUASAAN & GEOPOLITIK MENURUT BANGSA INDONESIA
1. Paham Kekuasaan Bangsa
Indonesia
Bangsa
Indonesia yang berfalsafah dan berideologi Pancasila menganut paham tentang
perang dan damai: “Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih cinta
kemerdekaan.” Wawasan nasional bangsa Indonesia tidak mengembangkan
ajaran tentang kekuasaan dan adu kekuatan, karena hal tersebut mengandung benih
- benih persengketaan dan ekspansionisme.
Ajaran wawasan nasional bangsa Indonesia menyatakan bahwa: ideologi digunakan sebagai landasan idiil dalam menentukan politik nasional, dihadapkan pada kondisi dan konstelasi geografi Indonesia dengan segala aspek kehidupan nasionalnya. Tujuannya adalah agar bangsa Indonesia dapat menjamin kepentingan bangsa dan negaranya di tengah – tengah perkembangan dunia.
Ajaran wawasan nasional bangsa Indonesia menyatakan bahwa: ideologi digunakan sebagai landasan idiil dalam menentukan politik nasional, dihadapkan pada kondisi dan konstelasi geografi Indonesia dengan segala aspek kehidupan nasionalnya. Tujuannya adalah agar bangsa Indonesia dapat menjamin kepentingan bangsa dan negaranya di tengah – tengah perkembangan dunia.
2.
Geopolitik Indonesia
Pemahaman
tentang kekuatan dan kekuasaan yang dikembangkan di Indonesia didasarkan pada
pemahaman tentang paham perang dan damai serta disesuaikan dengan kondisi dan
konstelasi geografi Indonesia. Sedangkan pemahaman tentang Negara Indonesia
menganut paham Negara kepulauan, yaitu paham yang dikembangkan dari asasarchipelago yang
memang berbeda dengan pemahaman archipelago di negara - negara Barat
pada umumnya.
Perbedaan yang esensial dari pemahaman ini adalah bahwa menurut paham Barat, laut berperan sebagai “pemisah” pulau, sedangkan menurut paham Indonesia laut adalah “penghubung” sehingga wilayah Negara menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai “Tanah Air” dan disebut Negara Kepulauan.
Perbedaan yang esensial dari pemahaman ini adalah bahwa menurut paham Barat, laut berperan sebagai “pemisah” pulau, sedangkan menurut paham Indonesia laut adalah “penghubung” sehingga wilayah Negara menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai “Tanah Air” dan disebut Negara Kepulauan.
REFERENSI
Komentar
Posting Komentar