Realita Kehidupan Gamers



Beberapa minggu lalu dunia game Indonesia diramaikan dengan berita tentang pemerintah Indonesia akan memblokir beberapa game yang dapat merusak moral bangsa. Tak sedikit dari warga Indonesia, yang khususnya merupakan para pecinta game memprotes rencana tersebut. Bahkan para hacker Indonesia pun sempat membajak website resmi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) atas aksi protes mereka.
Namun tak sedikit pula yang mendukung atas aksi KPAI untuk memblokir game tersebut. Banyak dari mereka datang dari kalangan orang tua yang sudah memiliki anak. Mereka berpendapat bahwa bermain game hanya dapat membuat anak mereka menjadi bodoh dan tidak mempunyai masa depan yang cerah.
            Mereka pun menganggap para pecinta game sebagai orang yang tak terurus kehidupannya, tidak mempunyai masa depan, dan bodoh. Dan dalam artikel ini saya akan meluruskan beberapa pandangan-pandangan negatif terhadap gamers yang sebetulnya tidak semuanya benar.
            Sebelum ini, bukan kah lebih baik kita mengenal apa itu game online? Dikutip  dari Wikipedia, “Permainan Daring (Online Games) adalah jenis permainan komputer yang memanfaatkan jaringan komputer (LAN atau internet), sebagai medianya.” dan orang-orang yang memainkan game biasanya disebut sebagai Gamer.
            Bagi para gamer, nama game DoTa, PointBlank, CrossFire, AyoDance mungkin sudah tidak asing untuk didengar. Meskipun game-game diatas mempunyai batasan umur untuk bermain, namun karena kurang disosialisasikan banyak orang-orang yang belum cukup umur ikut memainkan game tersebut. Awalnya mungkin hanya ikut-ikut teman saja atau sebagai kesenangan.
            Tapi tak jarang orang yang ketagihan dan bahkan dapat mengambil untung dari game online tersebut. Dan disinilah mungkin beberapa orang awam khususnya orang tua yang lebih mementingkan nilai pendidikan tidak tahu akan hal ini. Ini merupakan kisah nyata, karena saya pun pernah ikut terlibat dalam lingkaran kehidupan nyata para gamer yang beberapa orang tidak tahu.
1.  Gamer itu hidupnya berantakan
Sebenarnya makna dari kata “berantakan” disini tidak terlalu spesifik. Bisa dari penampilan, pola hidup, dan lain-lain. Jika kita berbicara tentang penampilan, mungkin benar para gamer mempunyai nilai minus akan penampilan. Tapi yang perlu diingat adalah tidak semua gamer mempunyai penampilan buruk. Jika kita berbicara tentang pola kehidupan, saya kurang setuju jika mereka menganggap semua gamer mempunyai pola kehidupan yang buruk.
Kami juga mempunyai kehidupan normal seperti bersekolah, bersosialisasi di lingkungan luar seperti orang pada umumnya meskipun tidak sebanyak orang-orang sosialita disana. Jika kalian mengunjungi warung internet, warnet, selama beberapa hari dan melihat orang yang sama duduk ditempat yang sama dan beranggapan ia tidak mempunyai kehidupan luar, percayalah ia melakukan itu karena terpaksa sebagai pekerjaannya. Mereka yang menetap di warnet hanya untuk bermain game sering disebut sebagai joki yang artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah, orang yang mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menyamar sebagai peserta ujian yang sebenarnya dan menerima imbalan uang. Namun kata “ujian” dalam hal ini diganti menjadi misi game, dan menyamar sebagai peserta ujian diartikan sebagai memakai karakter game orang lain.

2.  Bermain game online itu merugikan

Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, karena saya pun mendapat beberapa keuntungan dari bermain game online. Disinilah hebatnya game online. Kita dapat bertemu dengan berbagai macam kalangan orang di dalam game. Mulai dari anak pintar, anak putus sekolah, bahkan anak pejabat.
Disini saya mendapat banyak pelajaran dari mereka. Mulai dari bagaimana cara bertransaksi dengan pembeli, bagaimana saat ekonomi keluarga sulit, susahnya mencari kerja, kerasnya kehidupan kuliah, dan lain-lain.
Sebagai contoh, saya mempunyai teman yang terpaksa putus sekolah saat SMP karena faktor ekonomi keluarga. Ia tidak dapat meneruskan SMA ataupun Kuliah meski ia ingin. Ia pun sempat bekerja sebagai kuli panggul, operator warnet hingga joki game online di tempat tinggalnya.
Keinginannya untuk bersekolah lagi sangatlah tinggi, namun uang yang dihasilkan dari joki game online pun tidak dapat membantunya bersekolah karena uang itu ia berikan kepada ibunya untuk kehidupan sehari-hari keluarganya. Jadi, dimana pandangan bahwa game online itu merugikan? Karena nyatanya bagi beberapa gamer tidak menganggap game online itu merugikan, sebab hanya dari game online lah penghasilan mereka.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konservasi Arsitektur (Tugas 2)

Kenali RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo

Nafas Indonesia Pada Teater Taman Ismail Marzuki