Menikah Atau Pisah?





Setiap insan di muka bumi ini pasti pernah jatuh cinta kepada lawan jenisnya. Bahkan tak jarang hingga membawanya sampai ke jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan. Semua orang berhak untuk memilih menjalani hidup tanpa pendamping maupun hidup bersama pendamping.

            Bahkan Allah SWT pun membenarkan hal tersebut. Tapi bukankah lebih baik anda menikah jika anda benar-benar jatuh cinta kepada lawan jenis dan ingin memiliki dia seutuhnya? Karena bila tidak, bisa saja itu membawa anda ke “jalan” yang seharusnya anda tidak ambil.

            Namun, bagaimana jika hubungan tidak direstui karena masalah perbedaan status sosial, ras, dan lain-lain? Mungkin kasus ini cukup umum ditemui meskipun di dunia modern ini. Misalnya, ada sepasang kekasih yang sangat ingin menikah namun orang tua dari si perempuan tidak menyetujui karena alasan perbedaan ras. Apa yang akan terjadi?

            Dalam hal ini, ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, jika mereka cukup pintar dan masih sadar, maksudnya belum dimabuk cinta, mereka akan berpisah meskipun itu berat bagi mereka. Dan yang kedua, jika cinta mereka sudah membara dan mereka sudah dimabuk cinta, bisa saja mereka kabur dari rumah dan menikah secara diam-diam.

            Mungkin beberapa orang menanggap ini kampungan atau sebagainya. Tapi coba anda bayangkan, ketika anda benar-benar jatuh cinta kepada seseorang dan hanya butuh satu langkah untuk memiliki dia seutuhnya, namun ternyata terdapat tembok tipis namun sulit untuk diruntuhkan di hadapan anda.

            Saya teringat akan salah satu video dari situs youtube yang berjudul “Saluang”. Dimana terdapat seorang pemuda asal Padang yang bekerja sebagai pemain suling jatuh cinta kepada seorang wanita yang memiliki status sosial lebih tinggi dari pada dirinya.

            Dan ternyata sang wanita juga jatuh cinta pada lelaki tersebut. Mendengar hal itu, tentu saja sang lelaki ingin menikahi dirinya. Dalam adat Padang , pernikahan berdasarkan status sosial masih kental hukumnya. Saat melihat anaknya mendekati lelaki dari kalangan rendahan, sang ibu dari si perempuan tentu saja menolak anaknya untuk menikah dengan lelaki tersebut. Bahkan beliau menyuruh anaknya untuk menjauhi lelaki tersebut agar para tetangganya tidak memandang keluarganya rendah.

            Cerita diatas merupakan satu contoh dari beberapa kasus cinta yang terhalang oleh tembok tipis namun tebal bernama ras dan status sosial. Meskipun kedua orang tua kita mengajarkan untuk saling mencintai dan mengasihi sesama manusia, namun bagaimana dengan kasus kali ini? Saat kedua insan saling mencintai namun mereka tak direstui oleh kedua orang tua mereka. Haruskah mereka berpisah? Atau tetap memaksa untuk menikah secara diam-diam?

            Bagi saya, kedua pilihan tersebut memiliki sisi positif dan sisi negatifnya. Sisi positif dan pilihan pertama adalah, pada akhirnya anda dapat menyadari bahwa ia bukanlah jodoh yang Allah tunjukkan untuk anda. Negatifnya adalah, anda akan merasakan betapa sakitnya saat anda harus terpaksa berpisah, dan mungkin anda akan membenci kedua orang tua anda untuk sementara.

            Untuk pilihan kedua, sisi positifnya adalah mungkin anda akan hidup bahagia dengan pasangan yang anda sudah sangat cintai, karena anda telah memilih untuk menikahinya meskipun kedua orang tua anda menolak. Dan sisi negatifnya adalah, anda merobohkan dinding kepercayaan yang telah kedua orang tua anda bangun. Anda juga telah meninggalkan keluarga anda dan mungkin saja orang tua anda, terutama ibu anda yang telah melahirkan anda, menangis dan menyalahkan dirinya untuk waktu yang cukup lama.

            Lalu apa yang harus anda lakukan? Tentu saja anda bebas memilih. Namun, anda harus ingat satu hal. Setiap jalan yang anda pilih, tentu saja ada kosekuensinya.

            

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konservasi Arsitektur (Tugas 2)

Kenali RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo

Nafas Indonesia Pada Teater Taman Ismail Marzuki