Mengenal Machiya, Rumah Perkotaan di Jepang
Bendera Jepang |
Jepang merupakan negala kepulauan yang berletak di Asia
Timur. Negara yang konon didirikan oleh Kaisar Jimmu pada abad ke-7 SM ini
merupakan salah satu Negara maju di dunia. Jepang yang terkenal dengan
teknologi dan pendidikannya selalu disorot oleh dunia. Selain itu dari segi
arsitekturnya pun Negara Jepang dijadikan contoh oleh arsitek luar karena
strukturnya yang tahan akan gempa meskipun letak pulau Jepang berada di pusat
gempa.
Selain itu, ide tentang kesederhanaan (simplicity) hadir pada banyak budaya,
terutama budaya tradisional Jepang yang dipengaruhi secara kuat
oleh filosofi Zen. Konsep “Zen”
sendiri sudah populer di belahan dunia.
Hampir semua material rumah
jepang menggunakan kayu, dan dibuat sederhana serta tidak terlalu banyak
barang. Rumah Jepang sengaja didesain seperti ini agar tidak mengakibatkan
kerusakan parah saat terjadi gempa. Biasanya rumah jepang dibuat seperti rumah
panggung yang ditinggikan sekitar 10 cm dari tanah lalu ditutup dengan balok
kayu untuk lantai, hal ini bertujuan untuk menghindari embun dari tanah.
民家 (minka) adalah rumah masyarakat jepang, yang secara harfiah berarti
rumah rakyat. Rumah minka adalah nama umum dengan arsitektur tradisional, dan
merupakan tempat kediaman rakyat bukan dari kalangan orang berkuasa(tempat
tinggal petani, pengrajin, dan pedagang). Rumah-rumah ini sudah ada sebelum
akhir tahun 1800. Bedasarkan bentuk rumah, minka dibagi dua jenis yaitu 農家
(nouka) atau rumah petani, dan
Machiya atau rumah di perkotaan. Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas
lebih dalam tentang rumah di perkotaan atau Machiya.
Nouka |
Machiya |
Sejarah Rumah Machiya
Machiya merupakan rumah rakyat Jepang yang
berada di tengah kota, memiliki konsep sebagai tempat tinggal sekaligus tempat
usaha. Fisik bangunan mewadahi aktivitas usaha sekaligus aktivitas hidup
sehari-hari. Karena keterbatasan lahan, biasanya rumah ini cenderung memanjang
ke belakang. Pada masa sekarang, rumah jenis ini sudah termasuk langka, namun
kota Kyoto masih memelihara machiya paling banyak. Rumah ini pada awalnya
dijadikan sebagai hunian bagi kelas bukan samurai, seperti seniman dan
pedagang.
Rumah jenis ini diperkirakan sudah ada sejak
zaman Heian (794-1185). Kota Kyoto, yang dikenal dengan khas rumah jenis
Machiya, pernah menderita kebakaran pada tahun 1864 karena pemberontakan
Hamaguri oleh karena itu banyak bangunan yang terbakar. Semenjak kejadian itu,
rumah-rumah baru didirikan. Bangunan-bangunan ini lah yang menjadi Machiya tua
yang masih tersisa sekarang.
Ciri
Khas Machiya
denah rumah Machiya |
Dinding dan atap tersusun menjadi satu
kesatuan. Bagian depan bangunan digunakan sebagai toko kemudian bagian
belakang terdapat kamar berlantai kayu dan bertikar tatami. Kemudian juga
terdapat dapur dan gudang. Desain dari Machiya ini memperhatikan iklim di
lingkungan Kyoto yang bisa sangat dingin di musim dingin, dan sangat panas dan
lembab di musim panas. Beberapa lapisan pintu geser (fusuma dan Shoji)
digunakan untuk mengatur suhu; menutup semua layar di musim dingin sehingga
mampu digunakan sebagai perlindungan dari dingin, ketika membuka mereka
semua di musim panas mampu menahan panas dan kelembaban. Rumah ini ditandai dengan memiliki warna
hitam untuk dinding luar yang diplester. Warna ini dibuat dari tinta India
,kapur dan hancuran cangkang tiram kemudian dibakar.
Walaupun
dianggap sebagai bangunan tradisional yang patut untuk dilestarikan, namun
sebagian orang Jepang memandang negatif machiya karena seringkali merupakan
hunian orang miskin dan tidak resmi.
Tata
Ruang
Tata
ruang rumah Machiya hampir mirip dengan denah rumah tradisional Jepang pada
umumnya. Yang membedakan adalah pada rumah Machiya biasanya terdapat toko di
depan rumahnya dan rumah ini cenderung memanjang ke belakang. Machiya dibagi-bagi menjadi beberapa bagian, antara lain
dengan ruangan sempit untuk toko di bagian depan, tempat tinggal dan taman di
bagian tengah, gudang dan bangunan tambahan di bagian belakang
·
Toko
Machiya |
Merupakan bagian depan dari
rumah Machiya yang dipergunakan untuk usaha seperti pertokoan.
·
Genkan
Genkan |
Genkan
adalah tempat di mana orang melepas sepatu mereka. Ketika mereka melepaskan
sepatu mereka, orang-orang melangkah naik ke lantai yang lebih tinggi 40-50 cm
(15-19 inci) dari genkan. Disamping genkan terdapat sebuah rak atau lemari
disebut Getabako di mana orang dapat menyimpan sepatu mereka. Sandal untuk dipakai
di rumah juga tersimpan di sana. Menurut kepercayaan Jepang, pintu masuk
diusahakan berada di Selatan yang memiliki filosofi “kedatangan” (ri).
·
Doma
Merupakan
ruang utama yang mengambil sepertiga dari luas denah rumah. Fungsinya adalah
untuk kegiatan memasak, sehingga tersedia oven tanah dan tempat mencuci yang
terbuat dari kayu yang didirikan dibelakang doma. Di sekitar ruang doma terdapat tiga baris ruang. Ruang
yang paling dekat dengan jalan disebut dengan mise. Di sinilah barang-barang
dagangan dipamerkan, dan transaksi perdagangan dilakukan.
Ruang
yang terletak di bagian tengah, dipergunakan sebagai kantor, dan juga tempat
anggota keluarga menerima tamu. Ruang yang terletak di bagian paling belakang
menghadap ke arah taman tertutup. Ruang ini dibuat menyerupai zashiki, lengkap
dengan tokonoma, yang berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan harian dari
anggota rumah tangga tersebut.
·
Zushi
Ruang di loteng yang terdiri
dari dua bagian, yaitu bagian yang dekat dengan jalan mempunyai langit-langit
rendah berfungsi sebagai gudang. Bagian kedua adalah bagian belakang yang
dipergunakan sebagai kamar tidur.
·
Toko na
ma (床の間)
Merupakan
suatu
ruangan yang berukuran lebih kecil dari ruangan yang ada di dalam rumah.
Letaknya berada di dalam kamar dengan posisinya lebih tinggi beberapa inchi
dari lantai tatami (gaya ruangan masyarakat Jepang). Alasan mengapa tokonoma dibuat satu tingkat lebih
tinggi dari lantai sebuah ruangan (tatami)
adalah karena pada zaman dahulu sebelum pengaruh agama Budha masuk ke Jepang,
bangsa Jepang telah mengalami sistem kepercayaan dinamisme yaitu percaya bahwa
alam adalah segalanya dan dapat dikatakan sebagai dewa bagi mereka.
Mereka juga percaya bahwa
kesucian orang Jepang berasal dari alam dan kemudian menciptakan manusia
sebagai bagian dari alam. Maka mereka sering melakukan persembahan kepada
dewa-dewa mereka di dalam sebuah ruangan yang dilengkapi dengan segala yang
berbau alam seperti: ikebana dan dupa.
Lantai pada ruangan
persembahan ini sengaja dibuat satu tingkat lebih dari ruangan tatami dengan alasan bahwa lantai atas
pada ruangan pemujaan ini diilustrasikan sebaga dewa, sedangkan lantai bawah (tatami) diilustrasikan sebagai manusia.
Pada akhirnya setelah
pengaruh agama Budha mulai masuk ke Jepang maka ruangan persembahan ini pun
telah berubah menjadi sebuah bangunan yang dinamakan Butsudan (altar bagi agama Budha). Seiring dengan berjalannya waktu
maka Butsudan ini telah berubah
menjadi sebuah bangunan yang dinamakan tokonoma.
·
Washiki
Washiki |
Toilet
tradisional jepang (washiki) adalah kloset jongkok juga dikenal sebagai kloset
Asia. Kebanyakan kloset jongkok di Jepang terbuat dari porselen. Para pengguna
toilet di Jepang kebalikan dari Indonesia dimana mereka menghadap ke dinding di
belakang toilet pada gambar terlihat di sebelah kanan. Kloset jongkok dibagi
menjadi dua jenis: kloset yang berada di permukaan lantai, dan kloset yang
berada di bagian lantai yang ditinggikan sekitar 30 cm.
·
Kura/Dozou
Tempat
menyimpan harta benda milik keluarga yang terletak di belakang ruang utama (omoya). Selain
itu untuk menyimpan harta benda keluarga bisa juga digunakan zashiki, yang
terletak terpisah dari ruangan utama. Untuk dapat memasuki ruangan ini,
dibuatkan pintu pada ruang doma menuju ke pekarangan belakang.
·
Roka
Merupakan lorong dengan
lantai kayu yang berada di pinggir sekeliling rumah.
·
Taman
Dalam taman Jepang tidak
dikenal garis-garis lurus atau simetris. Taman Jepang sengaja dirancang
asimetris agar tidak ada satu pun elemen yang menjadi dominan. Bila ada titik
fokus, maka titik fokus digeser agar tidak tepat berada di tengah.Taman Jepang
berukuran besar dilengkapi dengan bangunan kecil seperti rumah teh, gazebo, dan
bangunan pemujaan (kuil). Di antara gedung dan taman kadang-kadang dibangun
ruang transisi berupa beranda sebagai tempat orang duduk-duduk. Dari beranda,
pengunjung dapat menikmati keindahan taman dari kejauhan.
Atap
Rumah Machiya
Atap
dipasang dengan genting tanah liat. Umumnya memiliki 2 atau 3 lantai. Di
berbagai tempat di Jepang machiya memiliki ciri khasnya masing-masing. Contoh kyo-machiya, dibangun dengan bahan-bahan
berkualitas bagus dan ringan. Teknik pembangunan menempatkan tiang pada landasan pada
bangunan ini merupakan cara yang biasa digunakan untuk kuil-kuil. Teknik ini
sangat berguna sebagai penahan bangunan daripada gempa bumi. Gudang dibuat dari
lempung dan sangat tahan api.
Atap
machiya sering dibuat curam, dan biasanya terbuat dari tanah liat atau genteng
(kawarabuki yane). Atap machiya termasuk
jenis atap irimoya dan kirizuma.
·
Irimoya
Merupakan jenis atap berbentuk tiga segi,
dengan atap tambahan yang berbentuk agak miring di sekitarnya, sehingga ruang
dalam rumah menjadi luas. Pada rumah yang atapnya terbuat dari genteng keramik,
genteng juga dipasang sampai ke ujung bubungan, dan untuk menghias puncak
bubungan dipasang genteng yang ujungnya berbentuk kepala raksasa, yang disebut
onigawara. Pada rumah yang beratap rumput juga dipasang hiasan pada kedua
sudutnya yang disebut dengan munekazari.
·
Kirizuma
Merupakan jenis atap yang
paling sederhana yang berbentuk segi tiga (gabled
roof). Jenis atap ini mempunyai dua sisi yang menurun dari balok bubungan
utama (mune).
Daftar
Pustaka
Komentar
Posting Komentar